Jumat, 18 November 2011

Itulah Indonesia Part 2

Tadi aku pergi ke sebuah warnet kecil di dekat rumahku. Awalanya aku hanya berniat untuk nge-print tugas yang diberikan guru olahraga kepadaku, hingga akhirnya aku tahu seberapa buruknya pengelolaan pendidikan di Indonesia. Begitu banyak orang yang hanya mau sekolah untuk tidak dianggap orang bodoh.
Aku bertemu seorang gadis disana yang bersekolah di salah satu sekolah swasta yang tidak memakai komputer di kelas junior. Aku tidak tahu kenapa. Tapi aku sungguh bertanya-tanya, begitu banyak sekolah negeri yang sudah gratis dan menjamin untuk segala akademik mauapun non akademik. Saat aku tanya kenapa tidak memilih untuk sekolah di negeri, gadis itu berkata bahwa dia mungkin akan mendapatkan nilai yang buruk.
She never try!!!
Dan dia membayar mahal bersekolah di tempat yang tidak menjamin dia untuk kehidupannya yang akan datang. Tak ada internet, tak ada fasilitas-fasilitas yang seharusnya ia dapatkan. Lalu, aku memberitahunya bahwa nilai nem pada Ujian Nasional tidak berguna untuk mendapatkan segalanya. Banyak orang yang berhasil dengan kemampuannya selain dalam bidang pendidikan. But why she don't look at the world?!
Itu lah Indonesia!
Begitu banyak cara untuk menggapai impian tapi kebanyakan orang Indonesia hanya ingin menuntut ilmu yang akan membuat mereka tampak seperti bukan orang bodoh. WHY?! Kenapa mereka tidak berpikir bahwa pengetahuan yang di dapatkannya masih kurang dan ingin terus belajar agar dirinya bisa menggapai impiannya suatu hari nanti. WHY?! Kenapa orang Indonesia lebih banyak pasrah akan ketidak bisaannya?! 
Zaman sudah berganti. Era globalisasi adalah zaman dimana kita akan lebih mudah maju karena pengetahuan akan lebih mudah di dapatkan dimana saja. 
Itulah Indonesia yang tidak berusaha lebih untuk mendukung kemajuan rakyat -.-



-o_o-

Selasa, 08 November 2011

Luka Oleh Laut


Di sebuah kota kecil, aku melihat seorang anak kecil yang menangis di tengah gelapnya malam. Gadis itu terus memandangi lautan yang memancarkan siluet matahari yang baru saja terbenam. Gulungan riak-riak kecil dan gelora ombak-ombak yang menyapu kakinya tak membuatnya bergeming. Hembusan hawa pantai yang dingin pun tan membuat matanya beralih dari laut. Malam itu langit tak berawan. Langit yang semakin gelap tak membuatnya kembali pulang. Nelayan yang menggantungkan hidupnya di laut turut berdatangan. Gadis itu hanya memandangi laut walaupun dia sangat membenci laut. Gadis itu membenci laut karena di sanalah kedua orang tuanya meninggal.
Kejadiannya telah berlalu beberapa bulan yang lalu...
Gadis itu mencari tahu dimana ayah dan ibunya setelah dia bangun dari tidurnya yang panjang. Di pagi yang berawan, gadis itu memanggil-manggil ayahnya dan ibunya. “Ayah... ibu... Dimana kalian?,” panggil gadis itu berulang-ulang. Tapi tak ada seorang pun yang menjawab panggilannya. Tak ada seorang pun di rumah yang kecil itu. Yang ada hanyalah suara ayam berkokok dan kicauan merdu burung. Ia terus mencari, berlari dan terus berlari mencari tahu dimana orang tuanya. Satu demi satu pintu diketok oleh gadis itu, hujaman pertanyaan yang sama dilantunkan oleh gadis kecil itu. Tapi tak ada yang tahu di mana orang tuanya berada. Hingga sampailah dia pada laut biru yang memantulkan cahaya matahari pagi. Seorang nelayan yang tengah menepi ke daratan perlahan-lahan menghampiri gadis itu.
“Kamu yang bernama Suzy?,” ucapnya kepada nelayan itu. Baju yang dikenakan nelayan itu penuh dengan darah. Entah darah siapa yang terdapat pada baju nelayan yang penuh dengan tembelan-tembelan di sana-sini itu. Mungkin darah ikan yang ditangkapnya di laut atau karena nelayan terluka. Nelayan itu menghampiri gadis itu dengan kaki terseok-seok di atas luasnya hamparan pasir pantai.
“Iya,” jawab gadis kecil yang bernama Suzy itu. Angin berhembus menerpa tubuh gadis kecil itu. Rambutanya yang tergerai melambai-lambai seperti daun-daun pohon kelapa yang terlihat berdiri kokoh di sekitar pantai.
“Ayah dan ibumu telah pergi. Jauh sekali sampai kamu tak akan melihatnya lagi. Sekelompok perampok telah mengambil nyawa mereka. Maafkan aku karena tak mampu berbuat apapun,”Seketika tubuh kecil gadis itu jatuh menghempas pasir.
Gadis itu tak mau lagi berbicara pada siapapun lagi setelah mengetahui orang tuanya telah tiada. Tiap hari gadis itu hanya menghabiskan waktunya memandangi pantai yang tak tahu dimana ujungnya. Pandangan mata kecilnya seakan hendak meyapu lautan. Beribu buih-buih di laut yang seakan ingin menghibur gadis kecil yang selalu ditemui duduk di sisi laut hanya menjadi pemandangan tanpa arti. Air mata yang terus saja jatuh di laut seakan gadis itu sedang membiarkan gelora ombak meleburkan tangisan gadis kecil itu.
“Ayah, ibu, aku akan selalu menemani kalian,” itulah yang diucapkannya setiap dia berada di tepi laut. Laut seakan marah setiap gadis kecil mengucapkan kata-kata tersebut dengan lebih menggeloran ombaknya dihadapan gadis kecil yang telah ditinggalkan orang tuanya.
Laut tempat dimana gadis itu sering menangis karena laut yang penuh dengan kehidupan itu telah mengambil orang tuanya. Buih, deru ombak, ataupun suara kicauan burung camar tak bisa mengobati luka hati gadis kecil itu. Lukanya tak reda walaupun setiap hari dia melihat begitu indahnya laut, terutama saat terlihat olehnya siluet matahari terbit dan terbenam di ujung lautan. Yang teringat olehnya adalah peristiwa yang telah dialami oleh orang tuanya di hamparan laut. Laut yang begitu indah dengan segala hal yang dimiliki, tak peduli seberapa indah laut, gadis itu terlalu membenci laut dimana orang tuanya pergi untuk selamanya.
-o_o-

Minggu, 06 November 2011

My Experience on the Street Part 1

Kemarin aku beli sate Madura di pinggiran jalan. Pedagang sate itu bercerita padaku.
Dulu sekolah masih sangat minim, jauh, dan hanya anak yang mempunyai uang saja yang bisa bersekolah. Bahkan SD saja sangat susah untuk dapat lulus karena masalah keuangan. Sekarang pedagang itu sangat ingin kembali ke masa lalu dan melanjutkan sekolahnya. Menjalani hidup layaknya orang-orang jaman sekarang yang sekarang sudah dapat bersekolah gratis. Karena keterbatasan perekonomian, pedagang itu tidak bisa sekolah dan di umurnya yang hanya selisih 3 tahun dia sudah berjualan sate di pinggir jalan. Begitu malang nasibnya.

Tapi aku dapat menjelaskan bahwa ilmu bukan hanya di dapat dari sekolah. Gapailah ilmu kapanpun selama kamu masih dapat hidup dan dimanapun selama kamu masih bisa menginjakkan kaki. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Karena aku pernah membaca dari sebuah buku, dalam buku itu bercerita bahwa seorang tukang becak dapat menguasai 5 bahasa. Kenapa? Karena dalam dirinya dia masih ingin terus berkembang, sama seperti terus berkembangnya teknologi di dunia. Baginya tak ada kata terlambat selama dia masih bisa memulai.

-o_o-

Kamis, 03 November 2011

Itulah Indonesia Part 1

Beberapa hari yang lalu aku untuk pertama kalinya naik Bus TransJakarta...
Awalnya aku merasa sedikit aneh, yang aku dengar dari berita di televisi ataupun media lainnya bus TransJakarta memiliki banyak kelebihan. Saat berhenti di halte, bus itu akan mengatakan halte mana bus itu sedang berhenti.
Saat aku masuk ke dalam bus TransJakarta, bus itu begitu dingin dan nyaman. Tapi aku melihat beberapa TV mungkin ukurannya sekitar 21", tapi itu sama sekali tidak berguna. kenapa? aku pun bertanya-tanya soal hal tersebut. oh iya, pintu bus TransJakarta yang katanya otomatis, ternyata tidak otomatis. apa bedanya dengan bus kopaja yang lain?
Lalu aku juga bertambah bingung dengan petugas yang menjaga pintu bus, dia seperti patung di dalam bus itu. Benar-benar tidak berguna. Dan juga yang paling penting saat aku berpindah bus TransJakarta, aku masih harus mengantri sangat panjang dan saat masuk bus, bernafas pun sangat sulit. Bagaimana bisa pemerintah dengan enaknya terus ingin gajinya akan tetapi dengan bertambahnya gaji mereka, bukankah seharusnya sistem - sistem pemerintahan juga seharusnya meningkat?
Aku membaca sebuah artikel dari salah satu TV di Japan, bahwa Indonesia memiliki kapasitas kendaraan umum sebesar 600%. bahkan orang Japan mengetahui hal tersebut dan sampai sekarang pemerintah belum melakukan sesuatu untuk mengurangi angka tsb.
Di Indonesia akan diadakan Sea Games dan akan banyak negara-negara tetangga yang akan datang kemari, terutama Jakarta. Bagaimana jika mereka naik bus TransJakarta? Bukankah itu akan mempermalukan negara ini? Bukan hanya Jakarta tentunya yang akan merasa malu tapi tentunya NKRI yang sangat sulit diperjuangkan untuk merdeka oleh para pahlawan terdahulu.

Aku benar, kan?

Aku hanya berharap Indonesia bisa lebih baik. Bus TransJakarta hanya salah satu dari begitu banyak masalah di negara kita. Aku hanya sebagai orang awam ingin menyarankan kepada pemerintah. "Begitu banyak yang korupsi baik pemerintah maupun yang bukan pemerintah. Tapi tugas aparat bukan hanya untuk menangani para koruptor itu, kan? Apa ABRI di Indonesia hanya 10-100 orang saja? Tentu tidak. Untuk itu perlu adanya penertiban. Bukan hanya ATURAN YANG DITULIS dan tidak terlaksana. Lakukan dengan sungguh-sungguh seperti saat peraturan-peraturan itu dibuat dengan sungguh-sungguh"

-o_o-